Bulan Terbelah di Langit Amerika: Sekelumit Kisah Umat Muslim di Amerika

by dr. kawe

Bulan Terbelah di Langit Amerika: Sekelumit Kisah Umat Muslim di Amerika
EDITOR'S RATING    

Sejak Tragedi September 2001, umat Muslim tidak lagi dipandang sama di Amerika. Rangga Almahendra dan Hanum Salsabiela Rais mencoba memaparkannya dalam Bulan Terbelah di Langit Amerika

Sukses dengan 99 Cahaya di Langit Eropa, Acha Septriasa dan Abimana Aryasatya kembali mengulang peran mereka sebagai pasangan suami-istri Rangga dan Hanum. Kali ini, setting berpindah dari Eropa ke Amerika dengan menyinggung sedikit mengenai peristiwa 11 September 2001.

Hanum (Acha Septriasa) mendapat tugas mewawancarai seorang warga Amerika yang suaminya diduga sebagai salah satu pelaku pemboman pada tragedi 11 September 2001, Julia Collins (Rianti Cartwright). Menurut atasannya, Julia dan puterinya mengganti nama mereka dan menolak untuk diwawancarai. Hanum dikirim dari Wina ke New York untuk mengajukan satu pertanyaan penting: “apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?” Di sisi lain, Rangga (Abimana Aryasatya), suami Hanum, juga diminta ke New York guna meyakinkan seorang taipan sukses untuk mau memberikan kuliah di Wina. Di kota berjuluk Big Apple ini cinta keduanya akan diuji dan tanpa sadar tiap karakter dalam film ini akan bersaling-silang dalam sebuah hubungan yang mempertanyakan keberadaan Islam di muka bumi.

Berbeda dengan 99 Cahaya di Langit Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika mengangkat isu yang cukup sensitif mengenai sosok umat Muslim di mata warga Amerika setelah tragedi yang menelan korban lebih dari 3.000 orang tersebut. Namun, tentu saja Rangga Almahendra dan Hanum Salsabiela Rais selaku penulis naskah bukan berusaha menyorot siapa yang salah dan siapa yang benar. Mereka berusaha memperlihatkan bagaimana pandangan orang-orang yang melihat Islam sebagai salah satu faktor terjadinya tragedi tersebut. Beberapa momen bisa dibilang cukup menyentuh dan beberapa dialog tidak berusaha terlihat tendensius dan sangat religi, melainkan mengalir apa adanya.

Chemistry akting Acha dengan Abimana memang patut diacungi jempol. Keduanya seakan menjelma menjadi pasangan suami-istri yang terkadang saling cinta, tetapi saat bertengkar pun tidak seperti dibuat-buat. Hannah Al Rashid yang berperan sebagai Jasmine dan Nino Fernandez sebagai Stefan juga menampilkan akting yang terasa apik. Beberapa lelucon yang membuat penonton tertawa sendiri datang dari celetukan sahabat Rangga ini, sehingga film tidak terasa berat dan muram. Dan, untuk urusan sinematografi jelas tidak perlu diragukan lagi kepiawaian Rizal Mantovani selaku sutradara dalam mengambil shot-shot indah.

Sayangnya, beberapa plot hole terasa agak mengganggu (bagi saya pribadi). Misalnya, saat Hanum pada akhirnya bertemu dengan Julia Collins dan tiba-tiba Julia berbicara dalam bahasa Indonesia, Hanum tidak terlihat kaget bahwa narasumber yang sangat ia cari itu adalah bangsanya sendiri. Apakah sedari awal Hanum sudah tahu bahwa Julia orang Indonesia? Begitu juga saat bertemu dengan Jasmine. Tidak adanya penjelasan membuat masyarakat bertanya-tanya apakah memang semua karakter sengaja diplot adalah orang Indonesia? Jika iya, mengapa harus menggunakan aktris yang menyerupai orang asing? Mengapa tidak menggunakan aktris berwajah Indonesia sehingga penonton bisa langsung paham kenapa karakter di hadapan mereka bisa berbicara bahasa Indonesia.

Tidak hanya perihal karakter, plot hole pun nampak pada setting yang mengambil waktu 8 tahun setelah kejadian 11 September. Jika Jelata cermat, di beberapa adegan akan terlihat poster promosi Spectre hingga baliho Pan yang luar biasa besar di Times Square. Hal ini masih diperparah dengan penempatan product placement yang mengundang tawa.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa film terbaru Maxima Pictures ini bisa disebut salah satu film terbaik Indonesia menjelang akhir tahun 2015 ini. Tidak hanya ingin memperlihatkan bahwa Islam adalah sebuah agama mulia yang cinta damai, Hanum dan Rangga juga mengajak seluruh Muslim di Indonesia bahkan mungkin seluruh dunia untuk bangga akan agama yang mereka anut. Agama yang mengajarkan cinta damai dan tanpa kekerasan.

Artikel Terkait