Abigail: Vampir Cabe-Cabean, Kelakuan Preman Brutal

by Redaksi

Abigail: Vampir Cabe-Cabean, Kelakuan Preman Brutal
EDITOR'S RATING    

Jangan tertipu dengan wajah imutnya

Biasanya film-film vampir selalu diisi dengan aktor-aktor flamboyan dan cerita romansa dewasa atau remaja untuk meromantisasi makhluk pengisap darah ini. Mungkin, terakhir kalinya vampir terlihat brutal dan seksi di dalam film adalah saat Kate Beckinsale menjadi Selene di saga Underworld. Kali ini, kebrutalan itu muncul kembali, tapi bukan lewat aktor-aktor ternama berwajah tampan dan cantik, melainkan berwujud seorang anak kecil bernama Abigail. Abigail boleh saja seperti anak kecil 12 tahun yang imut dan lucu, tapi penampilan bisa menipu. Lengah sedikit nyawa melayang, setidaknya itu yang terjadi pada orang-orang yang mencoba menculik Abigail di film vampir terbaru garapan Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett.

Sekelompok orang tanpa nama dan latar belakang berkumpul untuk menculik seorang gadis kecil bernama Abigail dengan iming-iming uang jutaan dolar. Setelah berhasil menculiknya, mereka pun pergi ke sebuah rumah terpencil untuk menahan gadis itu selama 24 jam sambil menunggu uang tebusan dikirimkan. Sayangnya, situasi berubah kacau saat mereka sadar bahwa Abigail yang mereka culik, bukanlah gadis biasa.


Film ini sungguh film vampir dengan paket super lengkap. Ia tidak saja mengolok-olok legenda vampir, tapi juga memberikan sisi brutal yang sudah lama tidak kita lihat di film-film sejenis. Film ini juga memadukan banyak sekali genre sehingga emosi penonton bisa naik turun dengan cepat, tapi hebatnya tanpa merusak pace dan emosi yang ada. Di awal film, kita diajak untuk melihat sebuah aksi heist, di tengah-tengah film ada aksi thriller, dan di akhir kita diberi sebuah suguhan kebrutalan yang akan membuat bahagia para penikmat gore. Tapi, di antara semua itu terselip lelucon-lelucon dan emosi-emosi karakter yang juga pas dengan keadaan. Sungguh brilian. Acungan jempol pantas kita berikan untuk penulis Guy Busick dan Stephen Shields.

Tidak ada bintang-bintang tenar di film ini walau para pemain yang ada pasti kalian pernah melihat wajah-wajah mereka di banyak film. Kebanyakan memang bukan bintang utama, jadi saat mereka disatukan tidak ada yang benar-benar menonjol di sini. Semua dapat porsi yang pas, apalagi di film-film seperti ini di mana mereka akan mati satu per satu, ketidakpopuleran mereka jadi faktor plus tersendiri. Kita tidak terikat pada pemain, tapi lebih terfokus pada ceritanya. Tepuk tangan yang meriah tentu pantas diberikan pada sang Abigail, yang diperankan oleh Alisha Weir. Perubahannya dari anak yang manis jadi vampir haus darah benar-benar menakutkan, belum lagi ia juga pandai beraksi lucu untuk adegan-adegan tertentu. Di sisi lain, ia juga bagus saat adegan drama, sungguh paket lengkap.


Gembira, adalah ungkapan yang tepat disematkan saat selesai menonton film absurd ini. Absurd dalam artian yang sangat positif, tidak ada bagian yang membosankan dalam film ini. Durasinya 109 menit, tapi tidak terasa lama atau pun terlalu cepat. Ceritanya ringan, tapi eksekusinya sangat pas. Tidak ada hal baru dari segi teknis dan twist, namun kita bisa lihat bagaimana para kreator di sini mencoba memberi pendekatan baru dari apa yang kita tahu tentang vampir. Mereka melakukan pendekatan di mana banyak hal-hal janggal tentang vampir yang sebenarnya tidak masuk akal dan digambarkan dengan lucu. Namun, ada satu hal tentang vampir yang mereka masih gunakan tapi diberi efek bombastis sehingga hasilnya lebih brutal. Apa itu, tonton saja sendiri.

Cerita-cerita seperti ini sudah formula lama yang sering diulang. Butuh pendekatan segar untuk membuatnya menjadi seru kembali dan Abigail berhasil melakukan itu. Pencampuran berbagai genre sungguh tugas yang sulit untuk berhasil, tapi jika dieksekusi dengan tepat hasilnya sangat bagus. Akhirnya, ada lagi film yang bisa dinikmati dengan santai tanpa perlu berpikir keras dan keluar dari ruang bioskop dengan perasaan gembira. Semoga Abigail ada sekuelnya.