Land of Happiness: Potret Bobroknya Sistem Pengadilan yang Bikin Emosi

by Redaksi

Land of Happiness: Potret Bobroknya Sistem Pengadilan yang Bikin Emosi
EDITOR'S RATING    

Penutup dari filmografi mendiang Lee Sun Kyun

Beberapa tahun belakangan, sudah ada beberapa judul film yang mengangkat peristiwa pembunuhan presiden ke-3 Korea Selatan Park Chung Hee sebagai inti cerita. Pertama, The Man Standing Next (2020) yang mengisahkan 40 hari menjelang kejadian pembunuhan dari sisi badan intelijen Korea. Kemudian, disusul film box office 12.12: The Day (2023) yang diambil dari sudut pandang pihak militer yang melakukan kudeta. Tahun 2024 ini, hadir Land of Happiness yang mengambil sudut penceritaan lain: usaha keras tim pengacara saat proses peradilan para tersangka pembunuhan.

Land of Happiness mengisahkan Jung In Hoo (Jo Jung Suk), pengacara muda tengil yang selalu memandang proses sidang bukan sebagai benar vs salah, melainkan menang vs kalah. Kemampuan In Hoo dalam bersilat lidah  membuatnya ditawari satu proyek besar. Ia ditunjuk sebagai pengacara Park Tae Joo (Lee Sun Kyun), kolonel sekaligus sekretaris Badan Intelijen yang menjadi tersangka pembunuhan presiden.

Proses sidang yang terjadi di akhir 1979 ini digelar secara militer dan terbuka untuk umum. In Hoo yang awalnya ingin memenangkan Park Tae Joo demi kepuasan pribadi pelan-pelan mengalami kesulitan. Proses persidangan yang penuh campur-tangan pihak militer membuatnya harus berjuang ekstra keras. Egonya perlahan luruh, misinya pun berubah. Ia ingin membuktikan bahwa Park Tae Joo tidak bersalah. Sementara, Park Tae Joo, sang tentara sejati, justru tidak gentar menghadapi tuntutan jaksa militer, meski nyawanya sudah di ujung tanduk.


Film Land of Happiness digarap oleh Choo Chang Min, sutradara yang menyabet banyak penghargaan lewat film fenomenal Masquerade (2012). Secara alur cerita, karena ini berdasarkan kejadian nyata, tentu tidak banyak yang bisa diutak-atik. Konflik dan penyelesaiannya pun sudah bisa ditebak. Poin penting yang bisa diandalkan adalah bagaimana setiap aktor mampu menghadirkan emosi dari dialog dan detail bahasa tubuh agar semua konflik batin yang dirasakan berhasil sampai ke penonton. Untuk hal ini, Choo Chang Min lagi-lagi berhasil menyutradarai keseluruhan cerita lewat detail tiga aktor utama dan konflik yang apik.

Jo Jung Suk yang biasa tampil di genre drama komedi (My Annoying Brother, Pilot) mampu menunjukkan sisi melankolis dan frustrasi dari seorang pengacara yang berhadapan dengan ketidakadilan. Lee Sun Kyun yang di film ini tampil minim dialog berhasil menghidupkan karakter Park Tae Joo lewat mikro ekspresinya, terutama sorot mata yang penuh arti dan kedalaman emosi. Sementara, Yoo Jae Myung sukses memerankan Ketua Investigasi Militer Jeon Sang Doo yang otoriter dan sangat manipulatif dalam mengatur sistem peradilan. Di 30 menit terakhir, akting ketiganya mampu mengaduk emosi penonton. Pergolakan batin yang tercipta dari dialog yang diucapkan tiap karakter berhasil memperlihatkan buruknya sistem hukum dan politik Korea di masa itu.

Meski penuh dengan intrik politik, Land of Happiness tetaplah film Korea yang memiliki selipan kisah haru orangtua-anak dan humor. Untuk bagian kisah sedih, masih bisa ditoleransi. Akan tetapi, dengan menyelipkan humor tipis di antara rumitnya proses persidangan dan perjuangan Jung In Hoo dalam mencari keadilan, rasanya agak kurang pas. Tawa yang muncul pun jadi terasa tidak elok.

Sampai sekarang, alasan dibunuhnya presiden Park Chung Hee masih menjadi misteri. Namun, dengan kembali diangkatnya isu ini serta bagaimana bobroknya sistem peradilan Korea di masa lampau, kita seolah diminta untuk bercermin. Politik dan hukum di Korea (dan juga Indonesia) masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, memutuskan untuk tetap teguh terhadap nilai keadilan di tengah kebusukan penguasa bukanlah hal yang sia-sia.


Artikel Terkait