Film yang terasa seperti pelukan hangat untuk semua yang sedang berjuang
Sandwich generation. Kalau mendengar kombinasi kata itu rasanya sudah lelah duluan. Istilah yang ngetren beberapa tahun belakangan ini memang sering dibahas di berbagai forum. Akan tetapi, agaknya masih sangat jarang diangkat ke dalam format layar lebar, apalagi jadi premis utama di film lokal. Tahun ini, hadir film Home Sweet Loan hasil garapan sutradara Sabrina Rochelle Kalangie. Diadaptasi dari novel laris berjudul sama karya Almira Bastari, film Home Sweet Loan rasanya seperti pelukan hangat dari sosok yang memahami semua permasalahan hidup kaum pekerja kelas menengah. Kaum yang harus kuat menghadapi semuanya seorang diri, kaum yang harus tahan banting dari segala urusan dan himpitan duniawi.
Home Sweet Loan mengisahkan Kaluna (Yunita Siregar), karyawan kelas menengah yang masih single dengan gaji pas-pasan. Ia tinggal di rumah orang tuanya, dan di dalam rumah tersebut tinggal pula Kanendra (Ariyo Wahab) dan Kamala (Ayushita), dua kakaknya yang masing-masing sudah menikah dan punya anak. Setiap bulan, Kaluna berusaha keras menyisihkan gaji demi satu impian: membeli rumah untuk ditinggali sendiri. Akan tetapi realita tidak pernah berjalan sesuai harapan.
Gajinya yang serba nanggung harus dipakai untuk membantu menopang kehidupan 3 keluarga sekaligus. Setiap pulang kerja, rasanya tidak seperti kembali ke rumah. Bahkan pelan-pelan, Kaluna tersingkir dari rumahnya sendiri. Satu-satunya saat Kaluna bisa menjadi diri sendiri adalah ketika ia berkumpul dengan 3 sahabat baiknya: Danan (Derby Romero), Tanish (Risty Tagor), dan Miya (Fita Anggriani).
Jika dicari kekurangannya, rasanya semua elemen dari Home Sweet Loan tidak ada yang tidak bagus dan tidak menyentuh. Sabrina Rochelle Kalangie yang sukses mengaduk emosi lewat Noktah Merah Perkawinan (2022) kini kembali berhasil ‘mencolek’ rasa sakit yang berbeda, yang selama ini dipendam banyak orang. Capek karena semua harus ditanggung sendiri? Ada. Merasa tidak didengar? Ada. Selalu jadi samsak saat kehidupan orang lain berantakan? Ada. Sudah berusaha sekuat tenaga mengusahakan sesuatu tapi gagal dan gagal lagi? Tentu ada juga. Yunita Siregar berhasil menghidupkan karakter Kaluna yang quiet namun tangguh dan punya impian besar.
Uniknya, semua ‘penderitaan’ yang dialami Kaluna disampaikan seada-adanya tanpa meromantisasi kesulitan yang dialami. Semua disampaikan lewat dialog halus dan langsung menusuk ke hati. Adegan emosionalnya juga nggak melulu hadir lewat teriakan atau banjir air mata. Hal sesimpel melihat rendaman cucian di dalam ember atau pesan puding karamel untuk dimakan sendiri bisa jadi trigger tersendiri bagi yang pernah mengalami.
Sumpeknya hidup yang dijalani Kaluna dan keluarganya juga digambarkan dengan sangat pas lewat rumah yang benar-benar terlihat seperti bangunan yang sudah lama ditinggali. Bukan sekadar set ruang tamu, set kamar, atau set ruang makan yang dipakai sebagai latar. Ditambah lagi, pemilihan soundtrack dan lagu pengiring di setiap adegan membuat penonton semakin terpaku ke layar. Lirik lagu dan adegan yang ditampilkan jadi saling mendukung, sempurna menampilkan satu cerita utuh.
Untuk yang masih urung menonton Home Sweet Loan karena ceritanya terlalu relate atau merasa ogah nangisin kisah di film drama, tenang. Film ini juga punya selipan humor dan penutup yang manis karena sesungguhnya, bersama kesulitan yang kita rasakan pasti hadir juga kebahagiaan yang ikut mengiringi. Termasuk kisah Kaluna, termasuk juga kisah pribadi kita semua.