Racun Sangga: Jahatnya Orang yang Sakit Hati Sampai Di Luar Nalar

by Redaksi

Racun Sangga: Jahatnya Orang yang Sakit Hati Sampai Di Luar Nalar
EDITOR'S RATING    

Orang yang tersakiti bisa lebih jahat daripada setan

Setelah "ensiklopedia" setan di Indonesia sudah digali sedemikian rupa di film horor lokal, sekarang giliran hal-hal berbau mistis. Salah satu tema yang cukup sering diangkat adalah tentang santet. Santet tentunya bukan hal baru karena dari ujung utara sampai timur Indonesia, setiap daerah punya santetnya masing-masing dengan tingkat kehancuran kecil, sedang, sampai bisa menyebabkan kematian. Setelah tanah Jawa, kini filmmaker kita mencoba melihat santet di luar Jawa, salah satunya Kalimantan. Kali ini, diangkat dari utas milik @gustigina di akun X, Soraya Intercine Films menghadirkan film Racun Sangga, santet mematikan yang bertujuan menghancurkan rumah tangga seseorang.

Maya dan Andi adalah sepasang suami-istri yang dipertemukan melalui taaruf. Kehidupan pernikahan mereka berjalan lancar pada awalnya hingga suatu saat Andi mengalami rasa gatal di beberapa bagian tubuhnya. Gatal itu tidak juga hilang meskipun sudah ke dokter, memakai obat-obatan herbal, dan mengoles segala macam salep. Bahkan, keadaan Andi semakin parah dengan batuk darah, berhalusinasi, hingga melukai dirinya sendiri. Salah satu saudara Maya yang kebetulan punya indera keenam menyebut bahwa Andi disantet orang. Mulailah perjalanan panjang pasangan ini untuk mengobati santet tersebut dan mencari tahu siapa yang sudah berbuat sekejam itu pada mereka.


Berbeda dari film horor Indonesia kebanyakan yang mengandalkan musik dan jumpscare untuk membuat penontonnya takut, Racun Sangga tidak seperti itu. Rizal Mantovani selaku sutradara dengan pandai memainkan rasa ngeri penonton melalui atmosfer yang dibangun, suasana gelap, hingga permainan kamera. Bagi kita yang terbiasa menyaksikan jumpscare dengan clue musik yang menghentak, menonton Racun Sangga bisa membuat frustrasi dan parno. Rasa takut itu seperti dibangun secara perlahan, tapi tidak ditutup dengan penampakan apa pun sehingga bukan memberikan kelegaan karena ada pelepasan dari rasa berdebar-debar tadi, tapi malah semakin ngeri. Jelas, ini hal yang tidak umum di film horor Indonesia dan itu bisa dibilang menghadirkan sesuatu yang segar. Tiga momen jumpscare yang dihadirkan pun efektif menakut-nakuti penonton karena tidak repetitif dan tanpa cue atau timing yang "menuntun" kita untuk takut.  

Ceritanya cukup lambat di 1/3 awal karena fokus dengan pengenalan karakter. Namun, 2/3-nya berjalan cepat dan cukup menegangkan. Usaha Maya mengunjungi banyak orang pintar demi menolong Andi, bahasa Kalimantan yang digunakan, dan ritual yang tidak pernah kita lihat di film horor lokal selama ini membuat Racun Sangga jelas terasa sangat berbeda dengan cara yang bagus. Tidak lupa, di awal film, disisipkan rekaman suara Maya dan Andi asli yang menceritakan efek santet itu pada mereka. Di bagian akhir, terdapat penutup berupa permohonan keduanya jika ada yang tahu bagaimana menghapus santet ini dan siapa pun yang sudah mengirimkan santet itu untuk mencabutnya. 


Jika sudah membaca utas milik Gusti Gina, pasti akan merasa beberapa perbedaan dalam film atau ada hal-hal yang tidak disinggung. Misalnya, Maya aslinya juga terkena santet dan mengalami luka-luka di tangan, namun tidak separah Andi. Namun, pada film, santetnya lebih cenderung kepada Andi, sementara Maya hanya dihantui penampakan saja. Perubahan ini sendiri tidak mengganggu plot dan bisa membuat cerita tetap enak untuk diikuti dan malah terasa lebih fokus.

Namun, ada hal yang sebenarnya agak mengganggu, yaitu time jump beberapa adegan di awal yang kurang jelas sehingga penonton bingung apakah ini masih hari yang sama, besoknya, atau malah sudah beberapa minggu berlalu. Chemistry Frederika Cull dan Fahad Haydra pun terasa tipis dan tidak seperti pasangan suami-istri. Saat bertatapan, mata mereka seakan tidak bicara sebagai pasangan suami-istri, begitu juga dengan gerak-geriknya yang terasa kaku. Meski begitu, dengan cerita yang semakin intens, 2/3 film pun baru terasa enak untuk dinikmati.

Pilihan Soraya Intercine Films mengadaptasi utas Racun Sangga dengan cara yang mereka pilih bisa dibilang berhasil. Film ini terasa berbeda an menonjol di antara film-film horor sejenis yang umumnya berfokus ke Jawa dan dengan bahasa Jawa. Dan juga, melalui Racun Sangga kita belajar bahwa manusia yang sakit hati karena suatu hal, seremeh apa pun alasannya, bisa melakukan kejahatan yang di luar nalar dan menghalalkan segala cara. Bahkan, mengharapkan kehancuran orang yang dibencinya dengan cara santet. 


Artikel Terkait