Pertempuran absurd antara tim elit kepolisian melawan penjahat paling dicari di dunia.
Brajamusti Films dan Putaar Films mempersembahkan karya terbaru mereka yang berjudul DPO (Detachment Police Operation). Bukan Daftar Pencarian Orang lho ya, jangan sampai salah. Ini adalah film kedua Aa Gatot setelah film pertamanya Azrax menjadi film Indonesia paling cult yang pernah ada. Bayangkan hanya inilah satu-satuya film yang dibuat petisinya untuk tayang kembali setelah turun layar karena besarnya minat penonton. Sebegitu kerennyakah Azrax sampai orang-orang menginginkan film tersebut kembali tayang? Dari yang sudah menyaksikan jawabannya adalah IYA, namun sayang sekali mimin sampai sekarang belum sempat menyaksikan film legendaris ini. Tapi semua terbayar lunas dengan menyaksikan aksi Aa Gatot berikutnya dalam film DPO.
Alkisah penjahat internasional bernama Satam (Toro Margens) bersembunyi dan menjalankan operasinya dari sebuah daerah bernama Rawa Keling di Indonesia. Rawa Keling ini adalah daerah kumuh dan padat di mana isinya adalah rakyat miskin dan preman-preman. Suatu hari dua anggota polisi yang mencoba menggerebek tempat ini tewas di tangan anak buah Satam, mayat mereka dibuang di sungai. Kapten Sadikin (Gatot Brajamusti) yang datang ke TKP terkejut karena polisi yang tewas adalah adik iparnya. Kapten yang galau lalu mengingat masa-masa ketika ia dan adik iparnya berlatih bersama. Saat itu, Kapten Sadikin yang sedang push-up sambil menutup mata ala-ala Daredevil KW diserang orang tak dikenal dan mereka bertarung sengit. Tapi setelah si penyerang kalah ternyata itu adalah adik ipar si kapten dan ternyata mereka hanya latihan (BOO!!).
Gelisah dengan aksi Satam yang mulai melewati batas, Kapten Sadikin akhirnya meminta komandannya agar membentuk tim elit untuk menangkap Satam. Setelah izin didapat, dimulailah perekrutan tim elit ini yang ala-ala perekrutan The Expendables. Rekrutan pertama adalah agen Julie, si cantik yang bisa menembak penjahat di tengah kerumunan orang banyak dengan tepat. Lalu, ada Ganta si playboy yang datang ke klub billiar dengan mengenakan tuksedo kawinan. Lalu ada Tatang petarung jalanan yang cinta keluarga. Serta Andi ahli pelempar pisau yang hobi headstand di puncak gedung. Mereka tanpa ba bi bu langsung setuju masuk tim hanya dengan melihat kemunculan Kapten Sadikin yang berkharisma. Singkat cerita mereka pun merangsek ke markas Satam yang dihuni puluhan preman, berhasilkah?
Satu hal yang jelas dari film-film Aa Gatot adalah Jelata tidak butuh logika untuk menontonnya. Lupakan semua hal logis yang biasanya terjadi akibat suatu aksi di sini. Semua itu tidak berlaku. Hal-hal absurd yang mengocok perut datang silih berganti dari adegan ke adegan. Misalnya saja, adegan saat kepala Interpol sekarat karena diracun, tapi alih-alih menolong, adegan yang muncul adalah dialog absurd tentang apa yang akan dilakukan Komandan Ramadan dan sekretarisnya selanjutnya dan siapa pelaku yang melakukan kejahatan ini, sementara Pak Interpol sudah sekarat dengan mulut berbusa. Di lain adegan, saat Tatang dan Julie sudah terpojok oleh anak buah Satam sementara jalan kabur sudah tertutup, Tatang yang panik dengan cepat berkata “Julie gunakan kecerdasanmu!”. Apa yang dilakukan Julie? Di luar dugaan, Julie tiba-tiba menceramahi para preman bahwa mereka mereka sudah salah dengan mengikuti Satam. Preman yang tadinya mau menyerang malah berdebat dengan Julie kalau Satam adalah orang yang baik. Mereka pun lupa mau mengeroyok Julie dan Tatang, Cerdas!
Jika dalam Azrax yang menjadi pusat perhatian adalah Aa Gatot sebagai Azrax, pada film DPO ini justru peran Aa Gatot sebagai Kapten Sadikin tidak terlalu menonjol. Kebanyakan hal absurd yang terjadi justru dilakukan oleh pemain lain. Mungkin Aa sadar dan memilih sebagai team player ketimbang bersinar sendirian. Lupakan segala macam tetek-bengek teknis ketika menonton film ini. Juga tidak perlu memperhatikan bagaimana akting dan chemistry para pemain yang sudah jelas-jelas tidak ada sama sekali. Masuklah ke dalam bioskop dengan mindset bahwa Jelata ingin terhibur setelah menonton film ini. Ajak sebanyak-banyaknya teman maka hasilnya Jelata pasti ngakak setelah keluar bioskop hanya dengan mengingat adegan yang ada. Jadi sebelum film ini hilang dari peredaran, segeralah tonton dan Jelata akan jauh, jauuuh lebih terhibur dibanding nonton film komedi maksa yang sudah jutaan penonton. So bad it’s good.