Tidak ada nerd dan gloomy, yang ada hanyalah Peter Parker muda yang kekinian.
Mengulang film yang sudah mendapat reboot satu kali dan baik film orisinal
maupun reboot pertama sukses,
tentunya menjadi beban berat baik bagi sutradara maupun pemeran utama. Mereka
harus dapat melampaui, minimal menyamai, pencapaian predesornya. Itulah anggapan
seluruh pencinta film saat tahu bahwa Spider-Man akan diulang kembali dengan
sutradara dan pemeran yang benar-benar baru. Hasilnya?
Jika
Tobey Maguire diplot menjadi Peter Parker yang nerd dan Andrew Garfield menjadi Peter yang galau, maka Tom Holland
sebagai muka baru Peter Parker diplot menjadi bocah yang lugu dan merasa
penting karena mendapat kesempatan ambil bagian dalam Avengers. Plot ini terasa
menyegarkan dan sesuai dengan jiwa anak muda. Bayangkan saat kita diberi
kesempatan untuk membantu Avengers, pastinya kita selalu menunggu untuk
dipanggil lagi hingga tidak memedulikan kegiatan lain. Penggambaran Peter ini
terasa wajar.
Keputusan
untuk tidak memasukkan awal mula Peter mendapat kekuatannya dan tragedi Paman
Ben merupakan pilihan yang tepat. Meskipun tidak semua orang setuju, namun
dengan asumsi bahwa semua orang sudah tahu yang terjadi, Jon Watts pun
memutuskan untuk menampilkan fase lain dari kehidupan Peter. Misalnya, belajar
memakai dasi atau belajar dansa. Agak receh, tapi terasa membumi dan relate dengan kita yang pernah ada di
posisi Peter.
Satu
hal yang menarik adalah interaksi antara Tony Stark dengan Peter Parker yang
terasa layaknya interaksi antara ayah dan anak yang sedang beranjak dewasa.
Bisa dibilang, kharisma Stark menjadi salah satu faktor penarik dalam film ini
tanpa menjadi tokoh yang terlalu menonjol hingga mengalahkan Peter Parker.
Hubungan Peter dengan Karen juga lucu dan menghibur, terutama saat mencoba
berbagai mode dan jaring yang ada di kostum Spider-Man. Lupakan hubungan Peter
dan Bibi May yang kuno, diperankan oleh Marissa Tomei, Bibi May tampil dengan
lebih percaya diri, cantik, seksi, dan gaul. Bahkan, sebagian orang mungkin
menonton Spider-Man: Homecoming untuk melihat Bibi May.
Perubahan
juga dimunculkan dari segi kostum. Jika dulu kostum Spider-Man hanyalah menjadi
kedok agar tidak ada yang tahu siapa sosok friendly
neighbourhood ini, kali ini kostum ini dibuat lebih canggih. Mengingat
pembuatnya adalah Stark, maka tidak heran jika terdapat berbagai perubahan
seperti sistem komputer, berbagai pilihan jaring, mode instan membunuh, dan
masih banyak lagi. Dan ini, menjadi tambahan nuansa segar lainnya dalam film
ini.
Tapi,
tentu saja tidak ada yang sempurna, begitu juga dengan film ini. Jalan cerita
yang sudah begitu apik agak menurun saat mendekati akhir, terutama pertarungan
klimaks yang terasa disudahi begitu saja. Kasus yang sama seperti yang terjadi
pada Iron Man 2 saat pertarungan
pamungkas justru meleset jauh dari yang diharapkan. Kostum Vulture pun seakan
hanya dimodifikasi sedikit dari Falcon sehingga tidak terlalu menimbulkan
kekaguman.
Namun,
secara keseluruhan, reboot Spider-Man
ini cukup berhasil menampilkan imej friendly
neighbourhood di tengah gegap-gempita akan kehadiran Avengers. Ditambah
musik pembuka yang ikonik, Spider-Man:
Homecoming adalah film perkenalan superhero di dunia MCU terbaik kedua
setelah Iron Man.