Tebusan Dosa: Kekuatan Cinta Ibu dalam Balutan Misteri Horor

by Redaksi

Tebusan Dosa: Kekuatan Cinta Ibu dalam Balutan Misteri Horor
EDITOR'S RATING    

Kali ini, film Yosep Anggi Noen tidak absurd

Tahun 2024 tinggal tersisa 2,5 bulan lagi. Film horor lokal yang tayang di Indonesia masih terus bertambah. Sejauh ini, premis yang diangkat masih terasa seragam. Kesurupan, penampakan, ilmu hitam, hingga pembalasan dendam. Ada yang ditambah sentuhan religi, nggak sedikit pula yang disisipi unsur kedaerahan. Tahun ini, Palari Films secara mengejutkan ikut merilis satu film horor, Tebusan Dosa. Menggandeng Yosep Anggi Noen sebagai sutradara dan penulis naskah, dibalut genre misteri yang kental, film ini turut diproduksi bersama Showbox, PH asal Korea Selatan yang memproduksi salah satu film terlaris 2024, Exhuma. Hasilnya? Film horor misteri yang kental dengan unsur drama dan gambaran kekuatan cinta.

Tebusan Dosa mengisahkan kehidupan Wening (Happy Salma) yang kepayahan dan tidak berdaya karena kehilangan anak perempuan satu-satunya, Nirmala (Keiko Ananta). Rasa bersalah semakin besar karena sang ibu, Uti Yah (Laksmi Notokusumo), meninggal di kecelakaan yang sama saat Nirmala menghilang. Wening yakin, anaknya hanyut di sungai dalam kondisi selamat. Lewat siaran live media sosial, ia meminta dukungan. Pencariannya pun membuatnya bertemu dengan beberapa orang: podcaster sekaligus mantan atlet renang bernama Tirta (Putri Marino), remaja kampung Ragus (Bhisma Mulia), dukun tua Mbah Gowa (Bambang Gundhul), dan Tetsuya (Shogen) seorang peneliti asal Jepang yang memutuskan tinggal di kampung. Sialnya, di sela pencarian dan rasa gelisah karena kehilangan, Wening selalu didatangi oleh arwah Uti Yah.

Biasanya, nilai minus film horor adalah dari segi plot karena terlalu fokus pada jumpscare. Penyelesaian juga kadang terburu-buru, membuat jalan cerita terasa nanggung. Nyatanya Tebusan Dosa memberi pengecualian. Kekuatan ceritanya yang condong ke drama-misteri dengan tambahan penampakan, alih-alih horor-misteri, justru bisa membangun jalan cerita jadi semakin utuh. Slow burn? Sudah pasti. Tapi, bukan tipe slow burn yang membosankan.


Cerita yang di-build secara perlahan dan editing yang rapi justru membuat film ini nyaman ditonton. Beberapa kejanggalan yang ditampilkan di awal, diberi jawabannya lewat konklusi di akhir. Kejutan dramatis berupa plot twist pun disuguhkan dengan cukup baik, terutama saat terkuak alasan arwah Uti Yah yang terus menghantui Wening. Bagi yang pernah menonton Along with The Gods (2017), rasa sedih dan haru yang dirasakan penonton di akhir film akan terasa mirip.

Teknik pengambilan gambar yang serba apik dan sound yang tidak berlebihan juga jadi poin plus. Tidak menggelegar dan sekadar gelap sembari menakut-nakuti. Benar-benar kelihatan bahwa film ini ada campur-tangan rumah produksi Korea yang terkenal mengedepankan estetika dan warna. Color grading-nya indah dan memanjakan mata. Dominasi hutan, sungai besar, air hujan, hingga jalanan becek menambah suasana magis dan sunyi. Sisipan budaya Jepang dalam filosofi origami burung bangau dan koleksi tanaman Tetsuya juga semakin mendukung cerita.

Hadirnya Happy Salma, Putri Marino, dan Shogen memegang peranan penting di sini. Happy Salma mampu memerankan karakter Wening yang ‘kosong’ dengan baik. Putri Marino meski ini jadi debutnya di film horor, mampu menampilkan kengerian gadis kota yang dikelilingi hal mistis di perkampungan. Shogen sendiri yang baru pertama kali mengambil proyek film Indonesia, juga mampu mengantarkan cerita dengan baik lewat tiga bahasa: Jepang, Inggris, dan Indonesia.


Satu yang kurang hanya saat adanya percakapan antara Wening dan Tetsuya. Wening sebagai ibu-ibu desa yang polos, sementara Tetsuya adalah peneliti yang sudah tinggal tiga tahun di desa. Tetsuya yang tidak lancar berbahasa Indonesia terlihat kurang struggling saat ngobrol dengan Wening, begitu juga sebaliknya. Kendala bahasa yang seharusnya jadi benteng tinggi dalam berkomunikasi malah hampir tidak ada, obrolan terasa lancar dan biasa saja meski irit kosakata.

Bagi yang ingin merasakan horor yang benar-benar baru, Tebusan Dosa bisa jadi pilihan bagus untuk ditonton di bioskop. Gambar dan ketegangan yang ditampilkan sangat layak dinikmati di layar lebar. Meski dari judul dan jajaran pemain terasa seperti film ‘serius’, Tebusan Dosa cenderung aman ditonton siapa saja karena memiliki rating 13+.