Doctor Strange in The Multiverse of Madness: Ahli Mistis Lawan Ahli Sihir

by Redaksi

Doctor Strange in The Multiverse of Madness: Ahli Mistis Lawan Ahli Sihir
EDITOR'S RATING    

Intinya semua tentang keikhlasan

Setelah sedikit ditunjukkan dalam Spiderman: No Way Home, kali ini multiverse menjadi sumber masalah utama bagi Dr. Strange. Penyebabnya tak lain adalah salah satu teman yang egois. Promosi jor-joran serta isu adanya cameo tertentu membuat ekspektasi orang-orang akan film ini menjadi sangat tinggi. Tapi, seringnya ekspektasi itu tidak pernah sejalan dengan realita, begitu juga dengan film ini. Multiverse of Madness tidak punya sisi menarik untuk dibilang bagus, tapi juga tidak buruk karena beberapa hal. Yang dirasakan setelah menonton film ini adalah datar.

Ada beberapa hal menarik di film ini. Pertama, America Chavez. Karakter remaja tengil ini sangat mencuri perhatian, apalagi dengan kekuatannya untuk berpindah semesta sesuka hati. Setiap Chavez mengeluarkan kekuatannya, penonton dipaksa fokus ke layar untuk memperhatikan detil semesta yang akan mereka masuki. Visualisasi dari manifestasi kekuatannya itu sendiri juga sangat keren. Sebuah portal bintang muncul di belakangnya dan cuplikan dari banyak universe pun terlihat. Dengan wajah imutnya, tidak pelak lagi Xochitl Gomez akan makin bersinar ke depannya.

Hal menarik kedua adalah para cameo. Walau hanya muncul kurang dari lima menit, para cameo ini berhasil membuat fans penasaran dan bersorak. Sayangnya, karena hanya cameo, penampilan singkat ini terasa sangat kurang. Semoga ke depannya mereka bisa tampil lagi di MCU. Ketiga, unsur horor yang kental di dalam film ini. Sam Raimi dengan ciamik menaruh elemen-elemen horor untuk membuat penonton merasakan jump scare layaknya menonton film horor. Penempatannya pun juga pas, tidak terkesan dipaksakan. Sayang musiknya kurang mendukung.



Meski ada hal-hal menarik, tapi film ini juga punya kekurangan. Yang jelas sekali terasa adalah film ini tidak bisa mengatur tempo penceritaan yang membuat penonton tidak tune-in pada cerita yang diusung. Penonton tidak bisa merasakan emosi dari karakter dan menjadi sekedar mengikuti apa yang ada di layar saja. Salah duanya, emosi kesedihan Wanda yang mencari anak-anaknya ke berbagai semesta tidak sampai ke penonton dan chemistry antara Strange dan Christine yang kurang terasa. 

Wong dan Baron Mordo pun sama sekali tidak ada perkembangan, terutama Mordo yang cukup sentral dalam dunia Dr. Strange dan salah satu musuh tersulitnya. Wong pun lagi-lagi hanya jadi comedic relief tanpa peran yang berarti, padahal Wong punya potensi untuk menjadi sidekick yang menarik. Fokus pada Dr. Strange dan Wanda tampaknya harus membuat Wong tersingkir di filmnya sendiri.



Terakhir, Strange versus Strange yang membosankan, bahkan unjuk kekuatan lewat nada lagu. Pertarungan sesama ahli mistis dipaksakan untuk terjadi di ruang sempit. Masih lebih seru pertarungan antara Strange melawan gurita mata satu yang terjadi di awal film. Tidak hanya berakhir terlalu cepat, tidak ada hal baru yang ditawarkan dari spesial efek di film ini. Semua CGI untuk sihir Dr. Strange sudah pernah kita lihat sebelumnya, jadi terasa membosankan saja melihat hal yang sama berulang.

Mungkin tekanan untuk menghasilkan film yang fun membuat Raimi tidak lepas dalam berkreasi. Ia seperti didikte agar sesuai pakem dan formula untuk mengarahkan sekuel ini. Doctor Strange in the Multiverse of Madness sangat jauh dibandingkan trilogi Spider-Man. Ada baiknya Feige kembali menggunakan sutradara-sutradara tidak terkenal yang masih bisa menyesuaikan dengan tone MCU yang sudah terbentuk dari awal.

Ada dua after credit scene di film ini, tengah dan ujung. Tapi, yang paling membuat kesal adalah after credit di ujung yang tidak ada gunanya sama sekali. Menghabiskan waktu 10 menit untuk menunggu after credit yang mengolok-olok penonton.