Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi: Apa Cuma Anak Indie Yang Boleh Mencintai?

by Takdir

Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi: Apa Cuma Anak Indie Yang Boleh Mencintai?
EDITOR'S RATING    

Hanya percintaan anak indie, yang bukan indie jangan ngarep

Kevin (Jefri Nichol), berjuang untuk menyatakan cinta kepada sahabatnya, Nara (Aurora Ribero). Tetapi Nara ternyata menyukai laki-laki lain. Sebuah premis yang klise dan sering dijumpai pada berbagai film Indonesia, yakni hubungan pertemanan yang sudah sekian lama, tetapi salah satu pihak menginginkan lebih dari sekadar teman. Kevin hanya menjadi sandaran bahu saja bagi Nara, belum sandaran hati. Padahal Kevin kurang apa coba, ramah lingkungan karena pakai sepeda, bahkan senang membawakan Nara es krim. Jangan tanya soal tampang, di dunia nyata pasti mahasiswi kampus akan antri mencari perhatian Kevin.

Nara malah tertarik pada Juned (Axel Matthew) seorang mahasiswa pecinta alam dengan perangai judes.  Lalu seorang mahasiswi bernama Tiara (Nadya Arina) muncul dan tertarik pada Kevin. Seperti apa percintaan segi empat ini? Semuanya mudah ditebak jika sering menonton film Indonesia.


Untuk membangun ini semua dibutuhkan dinamika yang pas antara para pemainnya. Sayangnya itu tidak ada dan film ini kembali terjebak pada keklisean cerita bertema sama yang sering ditampilkan di layar lebar ataupun televisi. Tidak kuatnya latar belakang setiap karakter serta perubahan sebab-akibat yang terlalu cepat membuat film ini biasa saja. Banyak kebetulan yang sudah biasa ada dalam film Indonesia. Contohnya karakter Kevin yang tidak jelas alasannya menjadi aktivis lingkungan. Dinamika ketertarikan antara Kevin dan Nara pun terlihat tidak meyakinkan.

Jika karakter Juned cukup jelas sebab-musabab kenapa dia menjadi judes dan dingin pada wanita, maka karakter Kevin dan Tiara tidak jelas latar keluarganya apa atau kenapa karakter mereka seperti itu. Sehingga tidak salah kalau seharusnya ini adalah film Juned, bukan film Kevin dan Nara. Ditambah lagi beberapa dialog akan membuat penonton meringis karena seperti mencomot dari ucapan motivasi.

Soal nama karakter sebenarnya jika penonton sering menonton film-film percintaan Indonesia sudah bisa ditebak, tentu saja Juned akan tersingkir dari persaingan memperebutkan hati Nara. Nggak elok kan kalau di undangan nikah Juned dan Nara, tapi elok kalau Kevin dan Nara. Bahkan nama Nara saja terasa berbau indie, yakni Nara Senja. Sudah jelas kan yang indie akan jadian dengan yang indie, masa jadian sama Juned. Lagipula Juned ketika memanjat tebing tidak mengeluarkan kalimat-kalimat indie penggugah sukma, ya pastilah akhirnya Nara akan jatuh hati pada Kevin yang lebih glowing dan hatinya lembut.


Cerita bergulir laksana cerita romansa remaja pada umumnya dalam film-film Indonesia, yakni lokasi-lokasi estetik, kafe-kafe instagrammable, dan kamar pribadi para karakter yang semua furnitur dan aksesorisnya seperti baru beli. Seperti biasa, bangunan lingkungan lebih mementingkan estetika daripada logika cerita. Indah dipandang, tetapi kalau dipikir ulang, ini membantu cerita dari segi apa ya? Entahlah, ini sama misteriusnya seperti kenapa Juned dan Kevin nggak sahabatan aja padahal hobi sama, bahkan suka kopi hitam pula. Mereka harusnya buka kedai kopi pretensius dengan latar bata-bata merah. Tetapi Juned harus tersingkir sih, soalnya dia menyebut kopi hitam sebagai kopi hitam saja, dan Kevin menyebut kopi hitam sebagai Americano.

Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi ini diproduksi oleh IFI Sinema yang bekerja sama dengan Screenplay Films, dan merupakan karya sutradara Lasja F. Susatyo serta penulis naskah Upi Avianto dan Piu Syarief. Filmnya sendiri adaptasi dari novel berjudul sama karya Boy Candra. Hanya saja dalam novel, tergambar jelas latar kedaerahan dari cerita dan karakter, sementara dalam film ini tidak. Padahal, kalau ditambah penjelasan latar daerah, mungkin film ini bisa sedikit lebih menarik.