Perempuan Bergaun Merah: Memberi Twist yang Malah Menimbulkan Pertanyaan

by Redaksi

Perempuan Bergaun Merah: Memberi Twist yang Malah Menimbulkan Pertanyaan
EDITOR'S RATING    

Twist di akhir tidak selamanya berakhir memuaskan

PERINGATAN: REVIEW MENGANDUNG SPOILER BERAT. 

Mengangkat mitos legenda urban Tionghoa, Frontier Pictures menghadirkan Perempuan Bergaun Merah (PBM) yang ditulis dan disutradarai William Chandra . Timo Tjahjanto, yang sebelumnya sukses dengan dua film Sebelum Iblis Menjemput, turut terlibat sebagai produser. 

PBM mengisahkan tentang Dinda yang kehilangan sahabatnya, Kara, setelah mengadakan pesta di apartemen Kara bersama Gerry, Rosa, Marko, dan Wisnu. Terbangun dalam kondisi mabuk, ia sama sekali tidak melihat Kara di mana pun dan memutuskan pulang. Sejak itu, Dinda terus dihantui sosok hantu perempuan dengan gaun merah. Dinda yang berusaha memecahkan misteri hilangnya Kara harus berpacu dengan waktu saat satu per satu temannya mati karena hantu itu. 


Berbeda dari film horor kebanyakan, PBM menghadirkan genre horor bercampur misteri 'whodunit.' Siapa sosok hantu yang membunuh teman-teman Dinda? Apa alasannya? Siapa yang membunuh Kara? Di mana jasad Kara berada? Semua itu ada yang dijelaskan dengan gamblang di akhir film, tapi ada juga pertanyaan yang mengajak penonton untuk memutar otak dan menemukan sendiri jawabannya. 

Perbedaan dengan film horor lain adalah nuansa Tionghoa-nya yang terasa kental. Dari mulai mitos perempuan yang mati dengan gaun merah akan kembali untuk membalas dendam, adegan kremasi, hingga adegan Nenek Wong yang berusaha berkomunikasi dengan arwah Kara. Sentuhan Tionghoa ini terasa seperti sesuatu yang baru di tengah maraknya film horor Indonesia.



PERINGATAN: REVIEW MENGANDUNG SPOILER BERAT. JANGAN DILANJUTKAN MEMBACA KALAU BELUM MENONTON.

Kalau penggemar film horor Jepang atau serial dokumenter mengenai gadis muda yang hilang di Cecil Hotel, rasanya kita sudah bisa menebak akhir kisah ini. Hanya dengan satu dialog yang diucapkan seorang ibu kepada manajemen apartemen, kita sudah bisa menebak twist-nya seperti apa. Dan, ternyata tebakan tersebut benar.

Selain twist tersebut, PBM ternyata masih memiliki twist yang tidak mudah diduga penonton. Namun, sayangnya, twist itu malah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain. Dari petunjuk-petunjuk yang ada, kita tahu kalau bukan Kara yang menghantui Dinda dan teman-temannya karena Kara tidak akan menyakiti Dinda. Setelah Dinda menemukan Ibu Kara yang mati tergantung di apartemen, akhirnya terungkap bahwa hantu itu adalah Ibu Kara yang bersumpah akan meminta pertanggungjawaban dari teman-teman Kara yang hadir malam itu.

Tapi, setelah jasad sang ibu ditemukan dan dikremasi, ternyata hantunya masih bergentayangan dan membunuh Rosa. Apakah itu Ibu Kara yang masih menaruh dendam ataukah Kara yang kesal karena Rosa tidak bertindak apa pun malam itu? Selanjutnya, hantu ini berpindah ke Dinda. Alih-alih menyerang Dinda secara langsung, si hantu malah merasuki Ari, adik Dinda. Apa motifnya memakai orang lain tidak diberi tahu dengan jelas. Jika memang niatnya ingin mencelakai Dinda, seharusnya langsung saja membunuh Dinda seperti ke tiga korban lain. 


Salah satu hal yang cukup mengganggu adalah adegan kematian Wisnu di dalam lift ternyata berbeda dengan yang ada di CCTV yang dilihat Dinda dan teman-temannya. Entah itu disengaja sebagai bagian dari petunjuk untuk ke twist di akhir atau memang ada kesalahan saat editing. Satu lagi yang terasa aneh adalah rating 13+ yang disematkan LSF. Dengan banyaknya adegan gore penuh darah, rasanya film ini lebih cocok mendapat rating 17+. 

Secara keseluruhan, Perempuan Bergaun Merah masih punya suasana horor yang mengerikan, terutama dari penampakan hantunya yang, jujur, memang menyeramkan. Adegan saat Wisnu dikejar si hantu dari lantai ke lantai juga bisa bikin kita mencengkeram bangku karena mengingatkan pada adegan film horor negara tetangga kita di Asia Timur sana. Kalau kalian penikmat horor yang ingin menjerit-jerit dan dikagetkan dengan twist, Perempuan Bergaun Merah jelas bisa jadi pilihan.