The Matrix: Resurrections - Kisah Cinta Berbalut Dunia Meta

by Redaksi

The Matrix: Resurrections - Kisah Cinta Berbalut Dunia Meta
EDITOR'S RATING    

Film yang dibuat semata demi nostalgia belaka

Akhir tahun ini kita kembali diajak memasuki dunia Matrix hasil pikiran Wachowski Sisters lewat The Matrix: Ressurections. Namun, kali ini yang duduk di kursi sutradara hanyalah Lana Wachowski. Warner Bros. tampaknya sudah kehabisan ide baru sehingga mencoba membangkitkan kembali franchise yang sudah lewat masa jayanya. Keanu Reeves dan Carie-Anne Moss masih kembali menjadi Neo dan Trinity, sisanya pemain baru, seperi Priyanka Chopra Jonas, Yahya Abdul Mateen II, Neil Patrick Harris, dan masih banyak lagi. Tapi, tetap saja pemain-pemain baru ini tidak bisa menyaingi ikoniknya para pemain lama yang sebagian besar sudah tidak terlibat di proyek ini.

Jika menyaksikan trilogi The Matrix yang terdahulu, akhir yang disajikan sebenarnya sudah lengkap dan menutup perjalanan Neo sebagai The One. Oleh karena itu, saat melihat ke mana arah film baru ini dibawa, terasa sekali jika cerita ini dipanjang-panjangkan karena unsur berharap untung. Kalau boleh jujur, sepuluh menit awal The Matrix Resurrections ini dibuka dengan sangat menarik. Ide yang tawarkan terasa segar. Tapi, setelah itu, film ini seperti bingung mau dibawa ke mana. Banyak penjelasan yang disempilkan agar film ini terasa terhubung dengan tiga film terdahulu dan ini membuat filmnya menjadi lambat dan membosankan. Barulah menjelang akhir tempo kembali naik, tapi itu juga tidak terlalu memukau dengan ending yang tidak jelas akan menuju ke mana. Tampaknya, film ini memang tidak direncanakan untuk ada sekuelnya lagi.


The Matrix pertama kali rilis pada tahun 1999 dan langsung menjadi pionir untuk spesial efek yang memukau. Sekarang, 22 tahun kemudian, sulit rasanya mengulang kembali semua itu. Reeves dan Moss tampak sekali sudah menua. Faktor usia ini mungkin yang membuat film ini minim aksi, terutama yang dilakukan oleh keduanya. Ini juga tampaknya yang menjadi alasan film ini lebih fokus pada drama percintaan dibanding perebutan kekuasaan antara mesin dan manusia seperti dulu. Memang, kunci franchise ini ada di mereka berdua. Tidak mungkin rasanya jika franchise ini berlanjut tanpa Neo dan Trinity. 


Bicara soal The Matrix tentu yang paling diingat orang adalah efeknya yang terhitung maju untuk masanya. Bullet time adalah ikon dalam dunia spesial efek. Gerakan ini menjadi fenomenal dan top of mind seseorang kala ditanya apa yang mereka ingat tentang The Matrix. Di film keempat ini, tidak ada terobosan spesial efek yang dilakukan. The Matrix: Resurrections bukanlah film proyek impian yang sudah digadang-gadang lama sehingga butuh waktu lama untuk penyempurnaan. Film ini hanya dibuat untuk nostalgia sehingga tidak perlu riset khusus atau ide brilian lainnya untuk membuat spesial efek yang akan jadi tonggak baru ke depannya. Bagi yang menonton The Matrix: Resurrections dengan harapan mendapatkan efek memukau siap-siap turunkan ekspektasi kalian.

Akan ke mana film ini ini berujung? Tidak jelas. Film ini hanya seperti bab tambahan dari kumpulan cerita yang sudah tamat. Bahkan, ending credit-nya pun tidak memberikan petunjuk apa pun tentang masa depan franchise ini. Lana Wachowski tampak kebingungan untuk mengembangkan dunia yang yang ia buat bersama saudarinya dan begitu dipuja 22 tahun silam.