Only - Bosannya Bertahan Hidup di Tengah Pandemi

by Prima Taufik

Only - Bosannya Bertahan Hidup di Tengah Pandemi
EDITOR'S RATING    

Seperti bercermin dengan keadaan saat ini.

Tahun ini, dunia terpukul dengan terjadinya wabah Corona. Virus yang menjadi musuh di seluruh dunia ini membuat manusia harus bertahan hidup dengan cara baru, seperti memakai masker, disinfektan, physical distancing, dan social distancing. Pada 2019 lalu, ada sebuah film yang sepertinya mirip sekali menggambarkan situasi saat ini. Only menghisahkan bagaimana ketika virus yang tidak diketahui asalnya menyerang Bumi dan membunuh semua wanita, membuat kebijakan baru diberlakukan agar yang tersisa bisa bertahan hidup.

 

Eva dan Will adalah pasangan yang selamat dalam gelombang pertama virus ini. Mereka terpaksa harus mengkarantina diri di rumah. Film ini menggambarkan dengan persis apa yang kita alami saat ini. Hari-hari pertama virus menyerang, kita panik dan overprotektif dalam segala hal. Ketakutan dan kecemasan melanda. Hari-hari selanjutnya, kita berusaha menyesuaikan diri dengan aturan-aturan baru. Kemudian, di tahap akhir, ada orang-orang yang berkompromi atau melawan untuk kembali ke tatanan lama. Begitulah isi utama film ini: bagaimana kita akan bersikap pada pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir.

 

Film ini mengambil setting yang minimalis dan sempit. Kebanyakan adegan berlangsung di dalam ruangan. Kita diperlihatkan bagaimana pasangan Will (Leslie Odom Jr.) dan Eva (Frieda Pinto) yang awalnya mencoba bertahan, tapi semakin lama berada dalam karantina, semakin takut kehilangan kewarasan. Musuh terbesar bukanlah virus, tapi pikiran kita sebagai manusia untuk beradaptasi dengan hal baru. Apakah kita akan lari atau melawan, kompromi untuk hidup atau menikmati hari dan membiarkan takdir yang menentukan kapan kita mati?



 

Film ini menggunakan alur bolak-balik sepanjang cerita. Kita akan dibawa pada perjalanan pasangan ini dari awal pandemi dimulai hingga akhirnya sebuah keputusan membuat mereka melepas segalanya. Filmnya berjalan dengan lambat. Mungkin untuk memberikan gambaran pada penonton bagaimana bosannya berada di rutinitas yang sama setiap hari. Film ini nyaris tidak ada konflik. Beberapa konflik baru muncul menjelang akhir cerita, tapi bisa jadi penonton sudah lebih dulu bosan akibat jalan cerita yang monoton.

 

Film ini nyaris seperti dokumenter daripada sebuah film. Pinto dan Odom Jr. tidak butuh usaha lebih untuk berakting. Sepanjang film, mereka seperti berkegiatan sehari-hari di tengah pandemi. Karena ingin lebih menyorot konflik pribadi antarmanusia yang terperangkap karantina, virus yang menyerang dan apa yang terjadi di dunia luar kurang digali. Kita hanya tahu dari sudut pandang karakter utama. Jika konfliknya lebih digali dan jalan cerita lebih dinamis, mungkin film ini lebih seru dinikmati. Karena hal-hal di atas tidak ada, melihat film ini lebih seperti melihat keadaan di rumah sendiri.


Artikel Terkait