Morbius: Tidak Membuat Penonton Terbius

by Redaksi

Morbius: Tidak Membuat Penonton Terbius
EDITOR'S RATING    

Pengenalan karakter yang bagus dengan konklusi yang kurang memuaskan

Sony tampaknya baru sadar kalau mereka memiliki universe karakter yang bisa menyaingi Marvel Cinematic Universe. Ini membuat mereka mulai mengangkat karakter-karakter yang sebelumnya terpinggirkan di dunia Spider-Man menjadi karakter utama dalam film masing-masing. Uniknya, cara yang dipilih Sony adalah dengan memperkenalkan para villain Spiderman satu per satu hingga nanti membentuk Sinister Six dan menghadapi sang manusia laba-laba. Universe ini dinamakan Sony Spiderman Universe alias SSU. Tapi, selain para villain yang muncul, masalahnya adalah siapa Spider-Man di universe ini? Tom Holland? Andrew Garfied? Atau sama sekali baru?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas ada baiknya kita bahas dulu salah satu anggota Sinister Six, yaitu Morbius. Karakter ini salah satu musuh Spider-Man yang cukup terkenal. Julukannya adalah The Living Vampire. Ya, itu karena Morbius alias Dr. Michael Morbius berubah menjadi vampir pengisap darah saat mencari cara menyembuhkan penyakit genetika langka yang ia derita. Alih-alih sembuh, obat eksperimental yang ia gunakan justru membuat dirinya menjadi haus darah. Efek sampingnya iqa menjadi kuat, berotot six pack, dan memiliki kemampuan super. Lupakan sejenak tentang vampirnya, siapa yang tidak mau dapat efek samping seperti itu?

Daniel Espinosa sebagai sutradara dengan sabar menceritakan latar karakter Morbius kepada penonton. Bisa dibilang, sampai setengah film isinya adalah pergolakan dan usaha Morbius mencari penyembuh penyakitnya. Bagaimana ia gagal dan bangkit sembari tetap berharap suatu saat ia akan berhasil. Namun, setelah ia berhasil, tensi film justru menurun. Tempo dipercepat. Villain utama juga langsung dimunculkan dan sudah bisa diduga siapa, tapi konklusi film ini seolah menggampangkan. Sia-sia background karakter yang telah dibangun karena ke belakangnya malah tidak terpakai.


Spesial efeknya sendiri tidak bisa dibilang unik, tapi cukup bagus menggambarkan kemampuan Morbius dalam menghabisi lawan-lawannya. Sayang, tim fight choreographer film ini tampak kurang kreatif merancang adegan pertarungan yang solid. Hasilnya semua adegan aksi di film ini terasa tanggung. Bahkan, adegan puncaknya pun tidak berasa sama sekali. Murni mengandalkan spesial efek dan berlangsung cukup cepat. 

Durasi film ini yang hanya 104 menit terasa sangat singkat untuk film-film bergenre superhero di era sekarang. Namun, bagi standar Sony, ini dirasa cukup karena mereka pernah membuat film yang lebih pendek dari ini, yaitu Venom: Let There Be Carnage yang cuma berdurasi 97 menit. Sungguh langka di era sekarang, saat film superhero rata-rata berdurasi di atas dua jam. Faktor durasi ini jugalah yang sepertinya membuat cerita Morbius tidak maksimal.  Pertengahan film sampai akhir, Morbius sepertinya dipaksa untuk menyingkat cerita dan fokus pada pertarungan dengan villain


Selain Adria Arjona, pemain pembantu lainnya tidak mendapat peran penting, padahal ada Tyrese Gibson di sini. Dengan cikal bakal universe yang ingin mereka bangun, tentu cerita yang solid lebih disukai penggemar. Namun, itu tidak tampak dalam film ini. Alhasil, cameo Michael Keaton pun tidak membantu penonton untuk gembira menyambut universe ini.