The Super Mario Bros. Movie: Hanya Penuh Nostalgia, Tapi Lemah dari Segi Cerita

by Redaksi

The Super Mario Bros. Movie: Hanya Penuh Nostalgia, Tapi Lemah dari Segi Cerita
EDITOR'S RATING    

Eeyyyoooo, salam tukang ledeng

Walau game Mario Bros masih ada versi terbarunya hingga saat ini, tapi penikmat utama mereka sekarang sudah pada punya anak semua. Maka, jelas kiranya, kalau Super Mario Bros. akan dibuatkan filmnya pasar mereka adalah para orang tua yang masa kecilnya memainkan karakter ini di konsol Nintendo mereka. Sesuatu yang dengan sukses dilakukan oleh Sonic, bahkan sampai dua film. Nintendo tampaknya tidak mau kalah dan karakter utama mereka akhirnya mendapatkan film versi animasi. Mari kita bedah seperti apa The Super Mario Bros. Movie ini.

Setelah selesai menonton filmnya kesan yang didapat adalah kebingungan yang padat. Dalam artian, film ini memiliki banyak elemen dari karakter, musik, sampai world building yang harus dimasukkan, tapi mereka bingung bagaimana menyatukan semua kekayaan elemen dari Super Mario menjadi suatu film yang sempurna. Film ini secara visual sangat oke. Khas animasi 3D jaman sekarang. Unsur sentimental juga sangat banyak, tapi ceritanya tidak kuat dan terkesan terburu-buru dari awal hingga akhir.


Mereka sepertinya lupa kalau target audience mereka adalah orang dewasa yang memiliki anak. Jadi, selain membuat visual yang menarik bagi anak-anak, harusnya mereka juga memikirkan cerita yang cukup appealing untuk penonton dewasa. Unsur sentimentil saja tidak cukup untuk membuat para penggemar Mario ingin menonton film ini berkali-kali. Bahkan, saat mereka membawa anaknya untuk nonton, rasanya sekali saja cukup.

Kemudian, banyak sekali tokoh yang sifatnya jauh dari karakter mereka saat di game. Mungkin, memang disengaja untuk memberi warna. Film ini tidak mau santai sebentar dan memberi waktu untuk pengembangan karakter agar penonton mengenal mereka terlebih dahulu sebelum menyelamatkan dunia. Ini menjadikan interaksi antarkarakternya semua serba kebetulan. Membuat penonton tidak peduli dengan nasib karakternya.


Pembelaan mungkin akan datang dengan mengatakan kalau film ini dibuat untuk bersenang-senang dan nostalgia, jadi seharusnya dinikmati saja tanpa perlu banyak berpikir. Memang, nostalgia adalah 90% dari penonton untuk datang menonton film ini. Tapi, pengalaman menontonnya akan membuat mereka 90% tidak akan kembali untuk menoton untuk yang kedua, ketiga, atau kesekian kalinya. Jika memang hanya itu tujuan film ini dibuat, mereka berhasil.