Apakah Rizal Mantovani dan Jose Poernomo masih punya sentuhan magis layaknya di tahun 2001 lalu?
MAY CONTAIN SPOILER!
Jelangkung memang tepat bila disebut masterpiece horor bagi perfilman lokal modern. Saat dirilis pada tahun 2001, film ini berhasil menakut-nakuti jutaan penonton. Rizal Mantovani dan Jose Poernomo juga menjadi sutradara yang identik dengan horor. Rizal pun kemudian menangani trilogi Kuntilanak yang juga sukses, sementara Jose menggarap trilogi Pulau Hantu yang juga sama suksesnya. Kini, 16 tahun kemudian, mereka kembali bersatu dan menyutradarai Jailangkung, film Lebaran yang meski memiliki kesamaan judul dengan film terdahulu, namun diklaim bukanlah remake.
Jika
dulu Jelangkung berkisah mengenai empat
anak muda yang nekat mencari hantu hingga ke berbagai daerah, kini Jailangkung menyorot kisah sebuah
keluarga. Meski nama karakternya Ferdi, namun ini bukan karakter yang dulu
diperankan Winky Wiryawan tersebut. Ferdi adalah pria yang memiliki tiga anak gadis
dan seorang istri. Namun, karena rasa cintanya yang begitu besar pada sang
istri, ia pun memilih jalan kegelapan.
Dari
awal hingga akhir, penonton seakan tidak diberi kesempatan bernapas. Bukan
karena kadar ketegangannya yang tinggi, tetapi karena naskah yang ditulis oleh Baskoro Adi Wuryanto terasa terburu-buru.
Tanpa perkenalan, di lima menit pertama, penonton sudah diajak masuk ke dalam
konflik saat Pak Ferdi ditemukan koma dan pencarian Bella, Rama, Angel, dan
Tasha ke sebuah rumah di Alas Keramat. Sayangnya, tensi tegang yang coba
dibangun dengan buru-buru di awal malah menurun saat memasuki pertengahan dan
ditutup dengan konklusi yang terasa biasa saja.
Ada
beberapa plot hole juga yang sayangnya
tidak terjelaskan, salah satunya kenapa Ferdi memilih rumah besar di Alas
Keramat tersebut untuk melakukan ritualnya? Kehadiran Mati Anak sebenarnya bisa
menjadi sosok ikonik, layaknya Turah dalam Jelangkung.
Namun, berbeda dari Turah yang berfungsi sebagai penggerak cerita, Mati
Anak di sini seakan hanyalah hantu yang kebetulan terpanggil saat sedang
melakukan ritual dan meneror keluarga Ferdi.
Namun,
tentu saja selain beberapa kekurangan, Jailangkung
juga memiliki kelebihan. Biaya produksi yang besar tentu membuat production value film ini meningkat jauh
dari Jelangkung. Rumah besar yang memang
disiapkan secara artistik dan menyeramkan hingga pengambilan gambar dari atas
dengan drone yang sama sekali tidak
buram, terutama di adegan saat Amanda Rawles dan Jefri Nichol berlari-lari di
tengah kuburan. Sangat memanjakan mata.
Setelah
Prilly Latuconsina, rasanya Amanda cukup berhasil berpindah dari genre drama ke
horor. Aktingnya terasa natural, saat takut atau sedih. Tidak terlihat
berlebihan, atau pun menyebalkan. Salah satu aktris muda yang punya masa depan
cerah ke depannya. Hingga hari kedua Lebaran, Jailangkung telah memperoleh 216.832 penonton. Akankah menembus 1
juta? Kita tunggu saja.