Idola bagi generasi Baby Boomer, tapi kurang diminati bagi Gen Z
Pada masanya, Ali Topan menjadi ikon remaja bersama karakter lain yang besar di zamannya, seperti Roy, Lupus, Boy, atau Olga. Mereka mewakili remaja pada eranya sesuai dengan ciri masing-masing dan menjadi pujaan. Seiring perkembangan waktu, tentunya pujaan remaja juga berubah. Kini, di tahun 2024, Visinema Pictures mencoba mengangkat salah satu tokoh ikonik remaja di tahun 70-an dengan mengambil masa kekinian, Ali Topan. Jajaran cast-nya cukup menjanjikan, seperti Jefri Nichol, Lutesha, Reza Hilman, Omara Esteghlal, Bebeto Leutualy, Anya Zen, Ari Sihasale, Axel Matthew Thomas, Rukman Rosadi, Dominique Sanda, Unique Priscilla, dan Onadio Leonardo.
Berasal dari keluarga berantakan, Ali Topan lebih memilih menghabiskan waktunya di Warung Seni bersama teman-teman dan sang pemilik, Opung Brotpang. Suatu hari, ia berkenalan dengan Anna Karenina, gadis kaya yang hidupnya dikekang dan diatur orangtua. Keduanya langsung jatuh cinta. Namun, hubungan mereka tentu ditentang keluarga Anna yang lebih memilih putrinya bersama anak menteri, Boy. Saat malam konser penggalangan dana Warung Seni rusuh, Ali dan Anna memutuskan bertualang untuk mencari tahu yang sebenarnya terjadi.
Dari segi cerita, versi 2024 ini tidak terlalu menitikberatkan pada ke-rebel-an Ali Topan. Perlawanannya terhadap sistem yang tidak ia sukai pun hanya muncul di awal. Tiga perempat film justru berfokus pada hubungannya dengan Anna. Warung Seni dan teman-temannya seakan hanya jadi pelengkap saja untuk "mengantarkan" Ali dan Anna bertualang. Memang tidak jelek, hanya saja bagi yang ingin melihat apa pembeda Ali Topan dengan pemuda-pemuda lain hingga seorang gadis kaya bisa jatuh cinta, sama sekali tidak terlihat di sini. Padahal, konflik yang dimunculkan saat malam konser di Warung Seni rusuh bisa jadi fokus cerita yang cukup kuat dan menggambarkan karakter Ali Topan yang sebenarnya. Sayang, hal itu seakan dilupakan naskahnya yang lebih disibukkan dengan romansa.
Di sektor akting, memilih Nichol dan Lutesha sebagai muda-mudi yang sedang jatuh cinta bisa disebut pilihan yang tepat. Tanpa perlu dialog, mata keduanya seakan sudah bicara. Dengan celetukan kecil yang mengundang tawa, Nichol sukses menyatu dengan karakter Topan yang slenge'an dan bandel, tapi di satu sisi, bisa bikin siapa pun jatuh hati. Sisanya? hanya sekadar pendukung dengan durasi singkat. Padahal, akan lebih menarik jika kita diajak menyelami makna Warung Seni bagi Topan, kedekatan ia dengan teman-temannya dan Opung, sampai konflik keluarga yang sempat dihadirkan di awal.
Ali Topan mungkin pernah besar pada zamannya. Tapi, menghidupkan lagi di masa sekarang untuk jadi sajian Gen Z yang sehari-hari tenggelam dengan media sosial sepertinya bukan keputusan yang tepat. Film ini akan lebih mudah dinikmati oleh generasi milenial atau baby boomer yang paham bagaimana saat cinta terhalang restu orangtua. Kecuali Ali dan teman-temannya suka mereview makanan, jalan-jalan keluar negeri, atau mengikuti semua joget yang tren di TikTok, ke-rebel-an mereka hanya akan dianggap angin lalu.