THIS
REVIEW MAY CONTAIN SPOILER!
Dread
Out, game horor
lokal yang laris, rupanya menarik minat beberapa pihak untuk diangkat menjadi
film layar lebar. Banyak yang memuji Dread
Out sebagai salah satu game yang
menyeramkan. Makanya, saat dikabarkan akan diadaptasi menjadi film, ekspektasi
penonton, baik yang sudah memainkan game-nya
atau pun belum, jadi tinggi. Selain karena berdasarkan game horor laris, film ini juga “menjual” nama Kimo Stamboel
sebagai sutradara dan sederet pemain remaja terkenal sebagai pemeran utamanya.
Adegan pembuka Dread
Out sebenarnya cukup menarik. Namun sayang, dubbing yang buruk membuat penonton mungkin tidak paham dengan
kata-kata beberapa tokohnya sehingga pondasi yang ingin diberikan oleh
sutradara untuk cerita selanjutnya tidak terdengar. Adegan pembuka yang seharusnya
memberikan banyak petunjuk terhadap apa yang terjadi kemudian juga bisa
dibilang lemah. Pertanyaan yang muncul bahkan kurang terjawab hingga film
berakhir, misalnya sekte apa yang menyerang keluarganya saat Linda masih kecil?
Kenapa keluarga Linda yang diserang? Apa tujuan mereka membuka portal gaib?
Caitlin Halderman yang memerankan Linda dewasa pun
juga rupanya masih perlu banyak belajar lebih ekspresif dalam bermain film
horor. Rasa takut yang diperlihatkannya terasa kurang, bahkan akting Susan Sameh
jauh lebih baik saat menampilkan rasa ketakutan. Jefri Nichol yang merupakan
salah satu bintang remaja yang sedang digandrungi saat ini malah seperti hanya
jadi tempelan. Ia bisa digantikan aktor muda manapun untuk memerankan Erik.
Menghadirkan enam orang karakter dan memberi mereka porsi sama besar memang
tidak mudah. Selain Linda, praktis lima orang sisanya hanya menjadi “penyemarak”
saja. Dua di antaranya dibuat sangat menyebalkan. Bahkan, Irsyadillah yang
seharusnya menjadi karakter dengan twist,
gagal mengagetkan karena hal yang sama terjadi lagi seperti adegan
pembukanya: dubbing yang buruk.
Film ini penuh efek suara. Bukannya menakutkan, malah
terasa mengganggu. Efek-efek itu hadir melalui gerakan, tindakan, hingga omongan
tiap karakter (yang bahkan muncul sayup-sayup pada saat karakter utama sedang
bicara). Saking “ramainya”, saat muncul efek suara yang dimaksudkan untuk
menakut-nakuti, penonton sudah keburu “lelah”. Dialog para pemain yang
seharusnya menjadi salah satu petunjuk yang “diperhatikan” penonton agar
misteri dalam film ini terpecahkan malah membuat tertawa, terutama alasan kenapa
hanya Linda yang bisa melawan setan-setan di portal gaib dengan memakai flash ponselnya.
Dread
Out memang memiliki tema klise, yaitu sekelompok remaja
yang bermain-main dengan misteri dan akhirnya kena batunya. Meski berusaha
menawarkan sesuatu yang baru, tapi dengan banyaknya kekurangan, film ini jadi
terasa melelahkan.