Dunia maya memang punya sisi kelamnya sendiri
Wregas Bhanuteja sejauh ini sudah menyentuh banyak hati penonton lewat Penyalin Cahaya (2021) dan beberapa film pendeknya, seperti Lemantun (2014) dan Prenjak (2016). Lewat Budi Pekerti, lagi-lagi Wregas sebagai sutradara sekaligus penulis naskah berhasil memberikan simbol yang ‘ngena’ ke dalam cerita.
Prani Siswoyo (Sha Ine Febriyanti), guru BK di SMP swasta daerah Yogya, viral karena menegur orang yang menyerobot antrean kue putu. Hidup Bu Prani sudah rumit karena harus mengurus Pak Didit (Dwi Sasono), suaminya yang depresi dan sedang menjalani pengobatan karena bipolar. Begitu dua anak Bu Prani, Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Yunanda) tahu soal kejadian viral tersebut, kehidupan keluarga mereka berubah. Tekanan dari berbagai sisi, mulai dari parodi dan meme yang beredar luas di dunia maya, lingkungan sekolah Bu Prani, teman-teman komunitas Tita, serta followers Muklas membuat keluarga ini harus mengambil banyak keputusan besar.
Dalam Budi Pekerti, penonton diajak untuk memahami bahwa tidak ada orang yang memiliki sifat hitam putih; semua abu-abu. Wregas bisa memberi banyak sudut pandang dari perilaku yang sehari-hari kita anggap lumrah. Di dunia nyata, terutama bagi kita penikmat konten viral, menonton-memberi komentar-membagikan video tentu sudah jadi hal biasa. Tapi bagi si objek yang dijadikan konten, bisa jadi itu mimpi buruk yang harus ditanggung seumur hidup. Begitu juga dari cara Bu Prani dalam mendidik dan memberi ‘refleksi’ kepada murid-muridnya. Di mata siswa dan alumni, Bu Prani adalah guru idola. Akan tetapi, di mata orang lain yang tidak mengalami, hal yang dia lakukan bisa saja banyak menentang norma dan ‘batas wajar’ masyarakat.
Tatapan kosong Pak Didit, karakter Tita dan Muklas yang terus merasakan dilema, sampai para guru dan teman-teman senam yang risih dengan pemberitaan juga di-deliver dengan baik. Ditambah lagi dengan hadirnya Omara Esteghlal sebagai Gora, sang mantan murid yang memiliki trauma dan Ari Lesmana yang tengil sedikit banyak ikut mengaduk perasaan dan emosi penonton. Adegan Gora bersama Bu Prani di kolam ikan dan satu lokasi tempat refleksi Gora saat sekolah sukses mengaduk perasaan.
Musik latar, teknik pengambilan gambar, hingga hadirnya karakter-karakter pendukung seperti guru dan murid-murid bisa dibilang sukses membangun Budi Pekerti jadi satu film indah dan mengena lewat pesan yang tajam. Sedikit info, sekolah yang dijadikan lokasi syuting merupakan SMP tempat Wregas sekolah dulu dan dua guru terakhir yang ditampilkan menjelang akhir film bersama Bu Prani adalah guru asli yang mengajar Wregas.
Budi Pekerti benar-benar membuat penonton mikir, apakah kita sudah kritis dan benar dalam menilai serta mengambil sudut pandang dari segala pemberitaan dan informasi yang kita terima setiap hari?