Dunkirk Hadirkan Pengalaman Menonton yang Luar Biasa

by Dwi Retno Kusuma Wardhany

Dunkirk Hadirkan Pengalaman Menonton yang Luar Biasa
EDITOR'S RATING    

Apapun filmnya, jika itu Nolan maka yakinlah.

Entah apa yang ada di kepala Christopher Nolan saat memilih Dunkirk menjadi garapan terbarunya. Nolan yang dikenal dengan penceritaan rumit dan cerdas memutuskan untuk menceritakan kejadian berdasarkan kisah nyata dari Perang Dunia II saat Jerman mendesak tentara Perancis dan Inggris hingga ke Pantai Dunkirk dan para tentara yang terdesak menunggu jemputan untuk membawa mereka pulang. Sebuah cerita yang jika mau sedikit mengulik internet akan ketahuan bagaimana akhirnya. Bukan tipikal film Nolan yang biasa dinikmati penonton yang selalu berharap twist yang cerdas. Tapi, kali ini dengan senjata andalannya kamera IMAX 70 mm, Nolan membawa penonton untuk menikmati film yang sangat “realistik”.


Jika ingin menikmati semua kelebihan dalam film ini tampaknya menonton dalam format IMAX adalah hal yang wajib. Walaupun di Indonesia tidak ada teater IMAX 70 mm komersial, setidaknya IMAX digital juga tidak masalah. Kelebihan utama dari film ini tentu saja gambarnya yang sangat jelas, sudut pandang yang luas, dan tata kamera yang sangat apik. Beberapa letak kamera membawa kita seolah benar-benar masuk ke dalam film. Untuk itu pujian pantas diberikan pada Director of Photography Hoyte van Hoytema yang bisa menerjemahkan visualisasi yang diinginkan Nolan dengan baik. 


Selain visual, satu lagi sisi teknis yang patut diacungi jempol adalah suara dan scoring musik. Hans Zimmer sepertinya sudah paham benar bagaimana menerjemahkan setiap adegan dengan musik yang mampu membuat adegan menjadi lebih hidup. Untuk divisi suara, kenikmatan yang diberikan pada telinga kita akan membuat kita merasakan sensasi perang yang sesungguhnya. Tontonlah film in di bioskop yang setidaknya menggunakan teknologi Dolby Atmos jika tidak bisa di IMAX dan siap-siap terbuai dengan alunan mesin pesawat dan suara tembakan yang menggelegar.




Jika tidak ada hal yang tidak biasa maka bukan film Nolan namanya. Di sini, Nolan mencoba menggabungkan tiga situasi dengan jangka waktu berbeda yang akhirnya berpusat pada satu situasi yang menggabungkan semuanya. Alur tumpang tindih dan tidak linear setidaknya menjadi penanda jika film ini dibuat oleh Nolan. Film ini juga miskin dialog bukan karena sok-sok-an ingin artistik, tetapi konsekuensi dari penonjolan sisi realistik keadaan situasi perang yang genting. Absurd bukan jika di saat keadaan genting orang-orang malah bercakap-cakap panjang lebar?


Nolan kali ini pun memakai aktor yang pernah bekerja sama dengannya. Tom Hardy (The Dark Knight Rises) sebagai Ferrier, pilot yang memiliki misi membantu penyelamatan di Dunkirk, serta Cillian Murphy (Batman Begin) yang menjadi tentara. Tentu saja yang menjadi pusat perhatian adalah bermainnya salah satu personil One Direction, Harry Styles. Harry bersama Fionn Whitehead menjadi serdadu yang berusaha mati-matian agar bisa pulang ke rumah mereka. Walaupun banyak nama besar yang turut bermain di film ini, namun tidak ada yang perannya benar-benar menonjol. Film ini benar-benar terangkat karena kualitas teknisnya. 


Bagi yang mengharapkan cerita cerdas dan twist tentu akan kecewa dengan film ini karena secara cerita semua orang sudah tahu bagaimana akhir kisah Dunkirk. Setidaknya gaya tutur film ini yang tidak linear sedikit membuat penonton berpikir melihat jalinan adegan yang ada. Walau akan lebih sempurna jika menyaksikannya dalam gimmick 3D, tapi tidak disangsikan jika Dunkirk adalah salah satu film dengan pengalaman sinematik terbaik yang pernah ada. Keputusan Nolan untuk membuat film ini sereaslistik mungkin memberi pengalaman yang tak terlupakan bagi semua penonton. Mungkin sudah saatnya Nolan menggarap film dengan genre Rated R