Film yang dimaksudkan "wah" ini ternyata serba tanggung
Dengan banyaknya film keluaran Marvel dalam
tahun-tahun belakangan, tentu akan mudah membuat penonton bosan dengan gaya
cerita yang begitu-begitu saja. Sony punya keuntungan dengan memiliki semua hak
tayang dari semesta Spider-Man. Walaupun sekarang Spidey sedang dipinjamkan ke
rumah aslinya, masih banyak karakter lain yang bisa diangkat. Salah satunya,
Venom. Karakter ini pernah difilmkan dan gagal saat di Spider-Man 3, namun popularitasnya
tidak pernah berkurang. Ini membuat Sony yakin sekali lagi untuk memfilmkan
Venom. Langkah ini terlihat makin meyakinkan saat mereka berhasil merekrut Tom
Hardy sebagai Eddie Brock.
Setelahnya, hanya sampai di situ kebijakan
berguna yang diambil Sony. Film ini penuh dengan hal tanggung yang membuat
penonton tidak puas. Plot cerita yang dangkal, CGI yang pas-pasan, rating yang
salah, dan pemain yang tidak pas. Dengan adanya teknologi motion-capture, harusnya Venom
bisa terlihat lebih realistis. Walau butuh kerja ekstra dan biaya lebih besar
setidaknya hasilnya akan memuaskan. Namun, yang dihadirkan di layar adalah
parade CGI kelas menengah yang akan terlihat keren satu dekade lalu. Para
penikmat komik tahu bagaimana aksi Venom yang brutal dan keras, seharusnya
pihak studio paham akan hal ini dan menjadikan film ini rating R seperti halnya
Logan dan Deadpool yang sukses besar.
Asal-muasal Venom sedikit mengalami perubahan
dalam film ini. Tidak adanya Spider-Man membuat para penulis harus
berimprovisasi bagaimana Eddie Brock memanfaatkan kekuatan Venom. Sayang, di awal
cerita, film ini sangat lambat dan hampir membosankan. Film baru terasa seru
saat Brock berinteraksi dengan Venom. Namun, kembali ke awal, semua adegan aksi
yang penuh dengan CGI membuat aksi Tom Hardy terlihat biasa saja.
Kelebihan film ini adalah Tom Hardy. Ia sendirian
berusaha menghidupkan film ini, sekaligus karakter Eddie Brock. Para pemain di sekitarnya
menjadi biasa saja. Mungkin Riz Ahmed yang cukup asyik bermain menjadi Colton
Drake. Ia bisa menjadi kejam tanpa menggunakan mimik yang bengis. Sisanya hanya
bermain aman, tanpa kesan yang berarti.
Seharusnya, Sony tidak main-main dalam mengolah
properti yang mereka punya. Seharusnya mereka belajar dari kegagalan The Amazing Spider-Man. Masih banyak
karakter yang bisa muncul dalam semesta Spider-Man, dan sekali lagi stay true to the genre. Jika memang
harus kejam dan bengis, maka buatlah kejam dan bengis, namun semenarik mungkin.
Semoga Venom adalah kegagalan
terakhir Sony dalam mengolah spiderverse.