Venom Memang Tidak Seharusnya Berpisah Dari Spiderman

by Prima Taufik

Venom Memang Tidak Seharusnya Berpisah Dari Spiderman
EDITOR'S RATING    

Film yang dimaksudkan "wah" ini ternyata serba tanggung

Dengan banyaknya film keluaran Marvel dalam tahun-tahun belakangan, tentu akan mudah membuat penonton bosan dengan gaya cerita yang begitu-begitu saja. Sony punya keuntungan dengan memiliki semua hak tayang dari semesta Spider-Man. Walaupun sekarang Spidey sedang dipinjamkan ke rumah aslinya, masih banyak karakter lain yang bisa diangkat. Salah satunya, Venom. Karakter ini pernah difilmkan dan gagal saat di Spider-Man 3, namun popularitasnya tidak pernah berkurang. Ini membuat Sony yakin sekali lagi untuk memfilmkan Venom. Langkah ini terlihat makin meyakinkan saat mereka berhasil merekrut Tom Hardy sebagai Eddie Brock. 

Setelahnya, hanya sampai di situ kebijakan berguna yang diambil Sony. Film ini penuh dengan hal tanggung yang membuat penonton tidak puas. Plot cerita yang dangkal, CGI yang pas-pasan, rating yang salah, dan pemain yang tidak pas. Dengan adanya teknologi motion-capture, harusnya Venom bisa terlihat lebih realistis. Walau butuh kerja ekstra dan biaya lebih besar setidaknya hasilnya akan memuaskan. Namun, yang dihadirkan di layar adalah parade CGI kelas menengah yang akan terlihat keren satu dekade lalu. Para penikmat komik tahu bagaimana aksi Venom yang brutal dan keras, seharusnya pihak studio paham akan hal ini dan menjadikan film ini rating R seperti halnya Logan dan Deadpool yang sukses besar.


Asal-muasal Venom sedikit mengalami perubahan dalam film ini. Tidak adanya Spider-Man membuat para penulis harus berimprovisasi bagaimana Eddie Brock memanfaatkan kekuatan Venom. Sayang, di awal cerita, film ini sangat lambat dan hampir membosankan. Film baru terasa seru saat Brock berinteraksi dengan Venom. Namun, kembali ke awal, semua adegan aksi yang penuh dengan CGI membuat aksi Tom Hardy terlihat biasa saja. 

Kelebihan film ini adalah Tom Hardy. Ia sendirian berusaha menghidupkan film ini, sekaligus karakter Eddie Brock. Para pemain di sekitarnya menjadi biasa saja. Mungkin Riz Ahmed yang cukup asyik bermain menjadi Colton Drake. Ia bisa menjadi kejam tanpa menggunakan mimik yang bengis. Sisanya hanya bermain aman, tanpa kesan yang berarti.


Seharusnya, Sony tidak main-main dalam mengolah properti yang mereka punya. Seharusnya mereka belajar dari kegagalan The Amazing Spider-Man. Masih banyak karakter yang bisa muncul dalam semesta Spider-Man, dan sekali lagi stay true to the genre. Jika memang harus kejam dan bengis, maka buatlah kejam dan bengis, namun semenarik mungkin. Semoga Venom adalah kegagalan terakhir Sony dalam mengolah spiderverse.

 

Artikel Terkait