Jumbo: Petualangan Penuh Kehangatan dari Animasi Indonesia

by Redaksi

Jumbo: Petualangan Penuh Kehangatan dari Animasi Indonesia
EDITOR'S RATING    

Saatnya mendapat hiburan dari Don & teman-temannya!

Libur Lebaran sudah tiba. Satu yang istimewa di tahun 2025 ini, ada film animasi lokal yang turut meramaikan bioskop Indonesia. Lewat tangan dingin Ryan Adriandhy sebagai sutradara dan penulis naskah, Jumbo produksi Visinema merupakan hasil karya lebih dari 400 orang kreator di dalamnya. Proses produksi yang memakan waktu lima tahun jelas jadi tantangan tersendiri. Terlebih lagi, di Lebaran kali ini ada empat film lain yang ikut dirilis. Saingan jelas berat, apakah Jumbo mampu meraih total penonton yang fantastis?

Jumbo sendiri mengisahkan Don (Prince Poetiray), anak yatim piatu bertubuh gemuk yang tinggal bersama Oma (Ratna Riantiarno). Kesenangan Don hanya satu, membaca buku dongeng ‘Pulau Gelembung’ yang ditulis almarhum Ibu (Bunga Citra Lestari) dan Ayah (Ariel NOAH). Don punya dua sahabat dekat, Nurman (Yusuf Ozkan) dan Mae (Graciella Abigail). Don juga punya ‘musuh’ yang selalu meledeknya setiap bermain, Atta (M. Adhiyat). Suatu hari, buku dongeng milik Don dicuri Atta, padahal buku itu akan dipakai untuk lomba 17 Agustus-an di Kampung Seruni. Don yang tidak berani berhadapan dengan Atta tiba-tiba kedatangan makhluk manis bernama Meri (Quinn Salman). Keduanya pun berjanji saling membantu dengan satu syarat: Don membantu Meri kembali berkumpul dengan orang tuanya.

Berlatar awal tahun 2000-an, menonton Jumbo rasanya seperti melihat masa kecil generasi milenial yang belum terpapar teknologi maju. Bermain dan kejar-kejaran bersama teman, orang dewasa berkumpul dan mengobrol, bahkan tempat tinggal pun masih terasa suasana kampungnya. Tidak lupa, detail seperti ponsel flip berantena serta radio kecil yang menemani kegiatan sehari-hari ditampilkan secara berkala, meninggalkan secuil rasa nostalgia di hati. 


Animasi yang ditampilkan di Jumbo ada beberapa teknik. Style utama jelas yang ditampilkan di sepanjang cerita. Ada juga animasi yang seperti goresan krayon warna-warni, ada juga yang hanya seperti sketsa hitam putih. Setiap ada pergantian teknik animasi, entah kenapa ada sisi hati yang terhibur. Kita seperti anak-anak yang melihat trik sulap, setiap gambar beralih dan bergerak membuat takjub. Terasa sekali jerih payah ratusan animator dalam membuat gambar yang gerakannya halus dan super detail di sepanjang film ini.

Dari unsur plot pun Jumbo tidak kalah memuaskan. Kisah yang diangkat, termasuk konfliknya, sengaja dibuat universal dan dari kacamata anak-anak. Bagaimana kita menyikapi kedukaan, bagaimana kita bersaing dengan teman, bagaimana kita menepati janji yang sudah telanjur diucapkan, dan lain-lain. Hasilnya, sepanjang durasi Jumbo kita seperti menyaksikan kisah dongeng dengan segala amanat cerita yang langsung nyantol di hati tanpa menggurui. Setiap pergantian babak juga dibuat dengan seru, rasanya seperti membalik halaman buku cerita yang dibaca sebelum tidur.


Humor yang ditampilkan juga natural sekali lucunya. Celotehan polos khas bocah tiba-tiba saja diucapkan, membuat satu studio tertawa lepas. Yang paling menarik, selipan produk sponsor diperlihatkan dengan natural sekali. Tidak terlihat seperti iklan, justru kemunculannya dalam bentuk animasi menambah rasa gemas dan kelucuan tersendiri.

Secara garis besar, Jumbo memang film yang sangat layak ditonton bersama keluarga untuk mengisi libur Lebaran. Orang dewasa sampai anak-anak bakal dibuat bahagia, terharu, dan empati di waktu yang sama. Beberapa soundtrack yang ditampilkan juga mengena ke hati, terutama yang langsung dinyanyikan karakter Don. Selesai menonton, bisa jadi kita akan semakin paham bahwa setiap manusia istimewa dan punya ‘turning point’ masing-masing. Yang kita perlu hanyalah belajar lebih mendengar dan yakin bahwa diri ini lebih besar dan hebat dari yang kita kira. Sap! Sap! Sap!