Hari Ini Akan Kita Ceritakan Nanti: Penutup yang Cukup untuk Semesta NKCTHI

by Redaksi

Hari Ini Akan Kita Ceritakan Nanti: Penutup yang Cukup untuk Semesta NKCTHI
EDITOR'S RATING    

Kini, Angkasa yang jadi tokoh utama

Setelah menghadirkan Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) yang berkisah mengenai Awan dan Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulang (JJJLP) yang berfokus pada Aurora, kini Angga Dwimas Sasongko menghadirkan Hari Ini Akan Kita Ceritakan Nanti yang mengambil kisah Angkasa sebagai anak tertua, sekaligus menutup rangkaian semesta NKCTHI versinya. Kenapa versinya? Karena menurut Angga, dunia ini akan diserahkannya kepada orang lain, sementara dirinya mengerjakan proyek-proyek baru.

Film berdurasi 1 jam 58 menit ini sendiri mengambil dua lini masa dengan mengangkat kisah beda generasi. Lini masa pertama adalah tahun 1987, saat Narendra dan Ajeng bertemu untuk pertama kali dan jatuh cinta. Sayangnya, percintaan mereka ditentang ayah Ajeng yang ingin anaknya bersanding dengan pria pilihannya. Lini masa kedua adalah kehidupan Angkasa dan Lika di Bali yang ternyata sedang berkonflik. Kehadiran Narendra di sana, alih-alih Ajeng, malah membuat Angkasa kesal karena menurutnya yang ia butuhkan adalah sudut pandang seorang ibu, bukan ayah. 

Dua timeline ini menghadirkan konflik yang bisa dibilang relate pada zamannya. Kisah kasih yang ditentang orangtua untuk tahun 1987 dan masalah anak di masa modern. Kedua waktu ini tidak berjalan linear, tapi selang-seling sehingga penonton harus sedikit fokus atau minimal tahu tokoh-tokohnya agar tahu lini waktu mana yang sedang diceritakan. Hal ini karena tidak ada pembeda, minimal dari tone warna, antara adegan sekarang dan dulu. Tapi, jangan takut, meski alurnya maju-mundur, masing-masing waktu memiliki cerita yang tersusun dengan baik sehingga kita masih tetap bisa mengikutinya dengan enak.


Namun, kalau harus memilih, alur Angkasa dan Narendra lebih menarik untuk diikuti. Keduanya layak dapat sorotan lebih setelah film pertama fokus ke Awan dan film kedua fokus ke Aurora. Di sini, kita akan melihat bahwa Narendra yang begitu galak dan tegas di film pertama sudah berubah. Jauh lebih tenang dan dewasa dalam menghadapi kekeraskepalaan anak cowok pertamanya. Meski screentime mereka singkat, tapi setiap percakapan yang dilakukan Angkasa dan Narendra terasa dalam.

Porsi cerita cinta Narendra & Ajeng saat muda memang terasa lebih diutamakan daripada Angkasa dan Lika. Tidak salah memang. Tapi, cinta yang ditentang orangtua rasanya sudah cukup banyak diangkat di berbagai film. Besarnya porsi masa lalu ini membuat Angkasa-Lika yang sebenarnya bisa lebih digali lagi jadi terasa diselesaikan dengan terlalu gampang. Padahal, kalau ada pembicaraan heart-to-heart antara Angkasa dan Lika akan membuat pasangan-pasangan muda sekarang ini merasa relate dengan keduanya.


Meski fokus pada kisah tentang anak cowok pertama dengan ayahnya, namun bukan berarti film ini tidak bisa dinikmati cewek-cewek. Kita yang punya kakak, suami, teman, atau pacar yang berada di posisi Angkasa akan paham kenapa mereka cenderung keras dan berusaha menyelesaikan masalah apa pun sendirian, tanpa mau berbagi. Jika di dua film sebelumnya Angkasa terlihat menjadi pilar yang harus berdiri tegak dalam situasi apa pun, di sini, ia hanyalah manusia biasa yang juga punya masalahnya sendiri. 

Kalau film pertama untuk anak bungsu dan film kedua untuk anak tengah, maka film ketiga ini dipersembahkan untuk anak pertama yang harus kuat, tapi di satu saat boleh juga menjadi mellow. Tidak salah kok, namanya manusia. Hari Ini Akan Kita Ceritakan Nanti menjadi penutup yang cukup untuk hidup Keluarga Narendra yg penuh tanjakan dan turunan.