Dengan naskah ditulis oleh Joko Anwar, Stip & Pensil mencoba menghadirkan film bertemakan pendidikan yang ringan, namun bisa jadi renungan.
Pendidikan
memang bukan hal yang baru untuk dijadikan tema film layar lebar. Namun,
kebanyakan mengangkat tema tersebut secara serius dengan genre drama.
Menimbulkan kesan bahwa film pendidikan itu bersifat menggurui dan berat.
Namun, film terbaru produksi MD Pictures, Stip
& Pensil, mencoba mendobrak stigma tersebut.
Premis
“mendirikan sekolah untuk anak jalanan” memang rasanya mustahil disajikan dalam
bentuk komedi. Apalagi melibatkan perkampungan kumuh dan satpol PP. Untunglah,
Joko Anwar selaku penulis naskah dan Ardy Octaviand yang duduk di kursi
sutradara tidak menjadikan film ini sebagai film penguras air mata.
Selipan
komedi di sana-sini dijamin membuat kita tertawa. Uniknya, tawa ini tidak hanya
hadir lewat beberapa karakter pendukungnya, tapi juga sosok Tatjana Saphira.
Perannya sebagai Bubu yang polos, tapi telmi jadi karakter simpatik yang bisa
dibilang cukup menonjol di antara Ernest, Ardit, dan Indah. Penonton jadi
menunggu-nunggu, apalagi yang akan dilontarkan Bubu. Namun, peran Bubu ini
untunglah tidak dieksploitasi sedemikian rupa oleh Ardy sehingga bukannya
simpatik, malah lama-lama jatuhnya menyebalkan.
Sayangnya,
ada beberapa hal yang terasa mengganggu dalam film ini. Dubbing menjadi salah satu kekurangan Stip & Pensil, terutama untuk karakter Richard, yang terasa
kasar. Munculnya selipan adegan yang melibatkan tukang mie pangsit juga terasa melebar
dari alur cerita. Konflik cinta segitiga yang coba dihadirkan di penghujung
cerita pun terasa seperti tempelan saja karena diselesaikan secara terburu-buru
dan “udah-gitu-aja”. Seakan film
tentang anak sekolah wajib memasukkan unsur cinta.
Secara
keseluruhan, Stip & Pensil salah
satu film yang berhasil mengangkat tema pendidikan tanpa terjebak ke dalam film
yang membosankan. Ansambel pemainnya juga cukup menarik karena menggabungkan
antara komika dengan aktor dan aktris muda.